Luhut: Doktor Ekonomi Gak Jelas yang Bilang Ekonomi RI Jelek


TEMPO.COJakarta - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan masyarakat tidak perlu pesimistis secara berlebihan dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini. "Kalau ada doktor ekonomi yang bilang ekonomi Indonesia jelek, mungkin doktornya enggak jelas," ujar Luhut di Ballroom Djakarta Theatre, Jakarta, Kamis, 12 September 2019.
Ia menyadari bahwa mesin pertumbuhan dunia belakangan tengah mengalami perlambatan dan terus melemah. Namun, ia mengatakan perekonomian tidak bisa diramalkan misalnya untuk satu tahun. "Enam bulan saja sudah bagus," ujar Luhut. Saat ini saja sudah ada negara yang masuk ke zona resesi.
Salah satu persoalan yang disinggung Luhut adalah memanasnya hubungan antara Amerika Serikat dan Cina. Belakangan, pengaruh perang dagang sudah sangat memengaruhi perekonomian dunia. Efeknya meliputi kondisi perdagangan, harga komoditas, hingga kondisi keuangan global.
Ujungnya, kondisi tersebut bisa berimbas kepada ekspor, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, hingga investasi di Indonesia. "Ini pola yang terjadi kalau kondisi terus berlanjut," kata Luhut.
Berdasarkan data yang ia miliki, Luhut memang sudah mengalami pertumbuhan ekspor negatif sejak triwulan I 2019 lantaran terimbas penurunan harga komoditas seperti minyak sawit, batubara, hingga karet. "Karena kita bergantung kepada harga komoditas dan enggak ada added value," tutur dia.
Karena itulah saat ini pemerintah mulai menggalakkan perkembangan industri yang memberikan nilai tambah pada komoditas-komoditas andalan Indonesia, misalnya nikel. Ia meyakini dengan hilirisasi pemasukan ke Tanah Air bisa terus bertambah setiap tahunnya.
Di sisi lain, Luhut melihat indeks kepercayaan masyarakat kepada masyarakat angkanya juga masih cukup tinggi. Bahkan, ia menilai dibanding dengan era pemerintahan sebelumnya, indeks kepercayaan masyarakat kepada pemerintah saat ini masih lebih tinggi. "Publik masih punya confidence yang tinggi, kalau dipelihara terus saya kira dampaknya bagus."
Share:

Antisipasi Resesi Ekonomi Global, Jokowi Tagih Laporan Menteri


Tempo.Co, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memimpin rapat terbatas tentang Penataan dan Persyaratan Penanaman Modal di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 25 September 2019.
Dalam rapat tersebut, Jokowi meminta para menterinya melaporkan perkembangan terbaru tentang upaya yang sudah mereka lakukan dalam mendorong ekosistem dunia usaha yang mendukung investasi.
"Supaya progres lebih tajam, tidak mengulang. Oleh sebab itu, Menteri Seskab saya persilakan memberikan kelanjutannya," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, rapat terbatas kali ini merupakan kelanjutan dari rapat sebelumnya. Dari informasi yang diterima, kata Jokowi, ekonomi global yang melambat membuat banyak negara mengalami resesi.
Ia pun mengingatkan kepada jajarannya bahwa saat ini pemerintah berpacu dengan waktu untuk memberikan jaminan dan kepastian hukum dalam penanaman modal di negara. "Harus gerak cepat dengan pemangkasan, penyederhanaan regulasi-regulasi yang menghambat," ujarnya.
Bulan ini, Jokowi mulai mengadakan rapat secara intensif mengenai upaya menghadapi pelemahan ekonomi global. Pasalnya Bank Dunia pada awal September menemui Jokowi dan mengingatkan untuk waspada dan terus memperbaiki defisit neraca berjalan dengan penanaman modal asing.
Sehari setelah ditemui pejabat Bank Dunia, Jokowi pun menggelar rapat terbatas. Ia memerintahkan para menteri untuk menginventarisasi regulasi-regulasi yang menghambat masuknya investasi.
Share:

Ekonomi Asia Diprediksi Meredup, ADB Imbau Negara Dorong Laju Investasi


TEMPO.CO, Jakarta – Asian Development Bank atau ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia pada tahun depan akan mengalami resesi. Melemahnya investasi dan perdagangan terjadi sebagai imbas dari mencuatnya ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dan mitra dagang terbesarnya, yakni Cina. 
Direktur ADB Winfried Wicklein mengatakan negara-negara di Asia perlu menyiapkan sejumlah langkah untuk menghadapi kondisi ini. Salah satunya dengan mendorong laju investasi.
“Perlu meningkatkan prospek jangka menengah dan panjang untuk pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, seperti melalui peningkatan iklim investasi,” ujar Wicklein dalam Asian Development Outlook atau ADO 2019 Update di Plaza Office, Jakarta Pusat, Rabu, 25 September 2019.
Iklim investasi dapat terbentuk seumpama negara mempersiapkan daya saing melalui perubahan struktural dan pembenahan infrastruktur. Di lain sisi, ia menyoroti pentingnya pembangunan sumber daya manusia atau SDM. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui perbaikan sistem pendidikan dan pemberian bekal keterampilan kepada masyarakat.
Kemudian, ADB menyarankan negara mempertebal ketahanan dengan menyiapkan manajemen makroekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, negara mesti bersiap dalam mengatasi perubahan iklim. 
ADB memprediksi laju pertumbuhan ekonomi yang melambat terjadi di 45 negara di kawasan Asia. Dalam laporan ADO 2019, pertumbuhan ekonomi 45 negara ini diperkirakan hanya sebesar 5,4 persen pada 2019 atau melambat dari prediksi sebelumnya.
“Hanya 5,4 persen sebelum naik tipis 5,5 persen pada 2020,” ujar ekonom ADB, Yasuyuki Sawada.
Prospek ekonomi tidak hanya menurun di negara-negara berkembang, tapi juga negara dengan perekonomian besar seperti Cina, India, Korea, dan Thailand. Sawada mengatakan, konflik dagang Amerika dan Cina yang masih akan berlangsung pada 2020 membuat perekonomian dunia melemah. 
Ia menggambarkan, ekonomi Cina akan tumbuh 6,2 persen dan menurun menjadi hanya 6,0 persen pada 2020. Kemelorotan ini terjadi akibat penurunan siklus elektronik di sejumlah kawasan sub-Asia. 
Di India, pertumbuhan ekonomi melambat juga terjadi lantaran adanya pelemahan investasi menjelang pemilihan umum pada April hingga Mei lalu. Pengetatan kredit pun turut membebani proyeksi pertumbuhan ekonomi negara. Produk domestik bruto atau PDB India diramalkan tumbuh 6,5 persen pada 2019 dan 7,2 persen pada 2020. 
Sementara itu, negara-negara di Asia Tenggara secara keseluruhan diperkirakan tumbuh 4,5 persen pada 2019 dan 4,7 persen pada 2020. Pertumbuhan ekonomi Asia Timur berekspansi di kisaran 5,5 persen pada 2019 dan 5,4 persen pada 2020. Sedangkan Asia bagian selatan tampak lebih prima dengan pertumbuhan 6,2 persen tahun ini dan 6,7 persen tahun depan.
Share:

Sepuluh Menteri Ekonomi Sepakati 3 Hal dalam KTT ASEAN


TEMPO.COJakarta - Sepuluh menteri ekonomi ASEAN telah menyepakati secara informal tentang bagaimana negosiasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) diselesaikan. Kesepakatan itu dicapai dalam kesempatan agenda samping KTT ASEAN, Working Dinner  Jumat malam lalu.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, kendati Forum KTT ASEAN ke-34 belum resmi membahasnya, mereka telah menyepakati komitmen menyelesaikan perundingan tahun ini. Hal ini terutama yang berkaitan dengan isu akses pasar di antara 10 negara ASEAN  dengan enam negara mitra. 
 
Akses pasar dari ASEAN ke India, China, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru, serta sebaliknya, harus sama dengan intra-Asean.
 
"Jadi, substantially concluded tahun ini juga. Enggak ada pilihan lain, apalagi di tengah situasi kondisi global yang seperti ini (perang dagang). Jadi, kami berkomitmen ini selesai," katanya dalam press briefing seusai Working Dinner for the Special Asean Economic Ministers' Meeting on RCEP, Jumat21 Juni 2019 malam. 
 
Working Dinner merupakan agenda pengantar sebelum para menteri membahas lebih substansial perundingan dagang RCEP pada kegiatan Special Asean Economic Ministers' Meeting on RCEP di sela-sela KTT Asean ke-34 hari ini.
 
Kedua, lanjut Enggartiasto, 10 menteri Asean sepakat saling memberikan dukungan satu sama lain. Setiap negara Asean juga berkomitmen berkomunikasi secara intensif dengan mitranya dan saling membantu menjembatani. 
 
Ketiga, para menteri memberikan instruksi kepada seluruh tim negosiasi dari seluruh negara untuk menyelesaikan perundingan. Para menteri juga akan memberikan arah kepada tim negosiasi saat perundingan putaran ke-26 Melbourne, Australia, 25 Juni. 
"Arahan kami kepada tim, apa yang sudah diputuskan jangan dibuka lagi. Jadi, kita langsung moving forward ke depan," ujar Enggartiasto.
 
Sejak putaran pertamanya di Brunei pada Mei 2013, negosiasi  RCEP sejauh ini baru membahas delapan dari 21 bab perjanjian dagang. Kedelapan bab itu mencakup kerja sama ekonomi, prosedur kepabeanan, pengadaan pemerintah, ketentuan pemerintah, kebijakan persaingan, mekanisme penyelesaian sengketa, dan standar dan kualitas barang.
Share:

Demo Mahasiswa, ADB Kaji Dampaknya ke Ekonomi RI


TEMPO.COJakarta - Asian Development Bank atau ADB atau Bank Pembangunan Asia Perwakilan Indonesia menyatakan akan segera mengkaji dampak adanya berbagai aksi demonstrasi mahasiswa dari berbagai universitas yang menolak sejumlah RUU terhadap perekonomian Indonesia.
Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein mengatakan untuk saat ini pihaknya belum bisa memproyeksikan dampak demo tersebut kepada investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia hingga 2020 sebab tidak bisa disimpulkan dengan hanya melihat satu kejadian saja.
“Terlalu dini untuk kita bisa diproyeksi karena kami belum memasukkan variabel dalam analisis tahun 2019,” katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu.
Ia menuturkan sebenarnya Indonesia juga dihadapkan dengan risiko eksternal seperti ketegangan perdagangan global serta melemahnya momentum perdagangan dan investasi.
“Hal itu juga perlu menjadi perhatian dan Indonesia harus tetap melanjutkan Iangkah-Iangkah reformasi guna mendiversifikasi perekonomiannya untuk bersiap meraih peluang terkait perubahan rantai pasokan global,” katanya.
Winfried menjelaskan para investor jika ingin berinvestasi di suatu negara tidak akan hanya melihat pada satu faktor saja sebab ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih negara tersebut seperti kemudahan dalam berusaha, infrastruktur yang memadai, serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang baik.
“Ini belum terlambat dan banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan seperti mempermudah investasi untuk domestik dan asing karena ini krusial. Investasi infrastruktur juga harus terus dilanjutkan dan sumber daya manusia,” katanya.
Menurutnya, Indonesia harus mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitasnya sehingga mampu bersaing dengan berbagai negara asing yang juga berlomba untuk mendapatkan investor terbaik.
“Indonesia harus terus bersaing dengan negara lain dan terus melakukan pembaruan karena negara lain juga terus melakukan perbaikan,” ujarnya.
Winfried menuturkan berdasarkan laporan Asian Development Outlook 2019, pertumbuhan ekonomi di Asia memang sedang mengalami perlambatan seiring dengan melemahnya laju investasi dan perdagangan sebelum ada demonstrasi.
ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara sekitar 4,5 persen untuk 2019 dan 4,7 persen pada tahun 2020 secara keseluruhan.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2019 diperkirakan sebesar 5,1 persen yang turun sedikit dibanding 2018 yakni 5,2 persen. Perlambatan tersebut disebabkan adanya penurunan kinerja ekspor dan pelemahan investasi domestik.
Namun Winfried mengatakan bahwa pertumbuhan akan kembali membaik pada 2020 yaitu sekitar 5,2 persen dipicu oleh konsumsi domestik yang kuat serta perbaikan investasi setelah masa pemerintahan baru.
ADB sangat menyarankan pemerintah untuk segera memperbaiki sistem termasuk manajemen keuangan publiknya. Ini akan sangat positif dalam menyaring investor domestik maupun asing,” ujarnya.
Share:

BJ Habibie Wafat, Ini Warisan Kebijakan Ekonomi yang Ditinggalkan


TEMPO.CO, Jakarta - Presiden ke-3 Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie atau BJ Habibie wafat pada Rabu, 11 September 2019. Mantan Wakil Presiden di era Soeharto tersebut meninggal dunia di RSPAD Gatot Soebroto sekitar pukul 18.05 WIB.
Pria yang lahir di Parepare, Sulawesi Selatan 83 tahun silam tersebut sempat dirawat di ruang ruang Cerebro Intensive Care Unit atau CICU sejak 1 September 2019. Pria yang dikenal ikut mendirikan PT Dirgantara Indonesia tersebut sempat ditangani oleh tim dokter spesialis berbagai ahli dari jantung, penyakit dalam hingga ginjal.
Selain terkenal karena ikut membangun pesawat N250, mantan pendiri Badan Pengkajian Penerapan Teknologi atau BPPT juga berkontribusi lewat sejumlah kebijakan ekonomi pada masa genting usai krisis ekonomi 1998 semasa menjabat sebagai presiden. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, BJ Habibie dikenal karena berhasil memangkas nilai tukar rupiah yang sempat melonjak tinggi hingga Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat  saat masa krisis menjadi Rp 6.500 per dolar AS.
Kedua, mantan Menteri Riset dan Teknologi era Soeharto itu juga berhasil menerapkan independensi bagi Bank Indonesia untuk fokus menjaga kondisi moneter domestik.  Terutama menjaga kondisi perekonomian pasca krisis Asia 1998.
Ketiga, mantan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia atau ICMI itu juga terlibat ikut menyehatkan sejumlah bank yang bakal bangkrut akibat terbelit utang dan likuiditas yang ketat. Peran BJ Habibie tersebut terlihat lewat pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN.
Keempat, Insinyur lulusan luar negeri ini juga ikut berkontribusi bagi munculnya dua undang-undang penting terkait perekonomian. Salah satunya adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat. Kedua, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Kelima, BJ Habibie juga ikut berkontribusi dalam membentuk lembaga yang bertugas memantau serta menyelesaikan utang luar negeri. Selain itu, dia juga presiden yang memulai implementasi reformasi ekonomi sesuai permintaan Internal Monetary Fund atau IMF.

Share:

PHRI Minta 4 Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Dievaluasi


TEMPO.COJakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI meminta pemerintah mengevaluasi pembangunan empat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata sebelum menambah wilayah KEK yang baru. Pasalnya, progress pengembangan di empat wilayah yang sudah ada dinilai lambat. 
Hal ini disampaikan oleh Ketua PHRI sekaligus Ketua Visit Wonderful Indonesia (ViWI) Hariyadi Sukamdani. Ia mengatakan KEK pariwisata yang sudah diberikan saat ini perlu dilakukan evaluasi. Pasalnya, KEK pariwisata saat ini masih banyak yang belum jalan. "Sebaiknya dievaluasi dulu penyebabnya sebelum menambah KEK pariwisata," ujarnya, Jumat, 5 April 2019.
Apabila pemerintah kembali menambah daerah yang akan dijadikan KEK pariwisata tanpa melakukan evaluasi terlebih dahulu, Hariyadi khawatir tujuan KEK pariwisata untuk menarik wisatawan, terutama dari mancanegara tak akan optimal. "Dan juga investasi yang masuk di wilayah KEK pariwisata itu juga dievaluasi, mengapa misalnya masih belum banyak investor yang masuk."
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan pemerintah telah menetapkan empat KEK pariwisata yakni KEK Mandalika di Lombok, KEK Tanjung Lesung di Banten, KEK Tanjung Kelayang di Bangka Belitung, dan KEK Morotai di Maluku Utara. 
Darmin menjelaskan, saat ini sudah 12 KEK yang ditetapkan, delapan di antaranya bertema manufaktur, dan empat diantaranya bertema kepariwisataan. Adapun yang sudah resmi beroperasi ada enam KEK, yaitu KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, KEK Palu, KEK Mandalika, KEK Galang Batang, dan KEK Arun Lhokseumawe. "KEK Tanjung Kelayang, bersama dengan KEK Bitung, Morotai, dan Maloy Batuta Trans Kalimantan Insha Allah sudah dapat diresmikan pengoperasiannya,“ kata dia.
Sementara itu Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari berpendapat tak semua wilayah yang ada di Indonesia layak dijadikan KEK pariwisata.  Setiap destinasi wisata Indonesia memiliki keunikan tersendiri sehingga jangan dipaksakan untuk dijadikan sebuah KEK pariwisata. Lagipula, tanpa harus dijadikan KEK pariwisata pun pengembangan pariwisata juga dapat dilakukan. "Pemerintah jangan latah membuat semua daerah menjadi KEK pariwisata," ucapnya.
Untuk KEK pariwisata yang ada saat ini, pemerintah perlu segera dibuat cetak biru yang menggambarkan keterkaitan ekonomi antara wilayah di dalam KEK dan sekitar KEK. Pasalnya, pembangunan KEK tak ada kesinambungan konektivitas dengan wilayah sekitar. "Pengembangan infrastruktur di dalam dan di luar Kawasan perlu mendapat prioritas seperti bandara, air bersih dan pelabuhan," ujar Azril.
Azril meminta agar pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap empat wilayah yang telah ditetapkan KEK Pariwisata telah berdampak pada banyaknya wisman yang datang ke Tanah Air. "KEK yang ada saat ini apakah sudah bisa mendatangkan wisman atau belum. Kontribusinya seperti apa. Jangan belum dievaluasi tetapi mau menambah kawasan KEK kembali," tutur Azril.
Share:

Recent Posts